Sabtu, 29 Januari 2011

KETELADANAN RASULULLAH SAW PERIODE MEKAH

KETELADANAN RASULULLAH SAW PERIODE MEKAH
A. Nabi Muhammad sebagai seorang Rasul
Periode Mekkah berlangsung sejak diangkat Muhammad saw menjadi nabi dan rasul yang ditandai dengan turunnya wahyu pertama yaitul Alaq ayat 1-5 kepada beliau hingga menjelang hijrah Nabi Muhammad saw ke Madinah. Masa itu berlangsung selama +13 tahun yakni dari tahun 610 – 622M. Masa ini sangat berat dirasakan karena Rasulullah banyak mendapatkan rintangan, khususnya dari lingkungan masyarakat atau kaumnya. Setelah Nabi Muhammad saw, menerima wahyu kedua yaitu Surah Al Muddatstsir yang berbunyi:

Artinya: ” Hai orang berselimut, bangunlah lalu berilah peringatan! Dan Tuhanmmu agungkanlah, dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa( menyembah berhala) tingglkanlah, dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh balasan yang lebih banyak. Dan untuk ( memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah.” (Al Muddatstsir ayat 1-7)

1. Da’wah secara sembunyi-sembunyi.
Ayat diatas menunjukkan bahwa setiap rasul itu memang selalu rajin, ulet dan tidak cepat putus asa. Setelah surah ini turun, mulailah Rasulullah saw, berdakwah secara sembunyi-sembunyi. Beliau terutama berdakwah kepada orang-orang yang terdekat dengan beliau, dan teman sejawat agar mereka lebih dulu percaya kepada seruannya dan mengikutinya. Tempat yang dipilih oleh beliau untuk berdakwah adalah rumah Al Arqam bin Abil Arqam Al Makhzumy. Para sahabat Nabi yang pertama masuk Islam adalah sebagai berikut :
a. Abu Bakar,
b. Siti Khadijah
c. Ali bin Abi Thalib
d. Zaid bin Haristah
Selain dari yang tersebut diatas, maka dengan bantuan Siti Khadijah dan Abu Bakar Siddiq dari hari ke hari bertambahlah orang-orang yang masuk yang beriman kepada seruan beliau, baik dari pihak lelaki maupun perempuan. Orang yang beriman itu terbagi tiga golongan hartawan, golongan bangsawan dan golongan hamba sahaya dan orang-orang desa. Mereka berdakwah secara sembunyi-sembunyi lebih kurang selama 3 tahun memeluk dan mengikuti seruan nabi Muhammad saw. Apabila mereka hendak mengerjakan ibadah kepada Allah, mereka harus pergi ke satu tempat yang jauh dari kota Mekkah seperti di celah-celah bukit, agar tidak diketahui oleh orang kafir. Mereka menyadari apabila dilihat oleh orang-orang kafir, mereka akan mendapat rintangan dan bahaya.

2. Syiar Secara Terang-Terangan

Tiga tahun kemudian sesudah kerasulannya, perintah Allah datang supaya ia mengumumkan ajaran yang masih disembunyikan itu, perintah Allah supaya disampaikan. Ketika itu wahyu datang:

“Dan berilah peringatan kepada keluarga-keluargamu yang dekat. Limpahkanlah kasih-sayang kepada orang-orang beriman yang mengikut kau. Kalaupun mereka tidak mau juga mengikuti kau, katakanlah, ‘Aku lepas tangan dari segala perbuatan kamu.’” (Qur’an 26: 214-216) “Sampaikanlah apa yang sudah diperintahkan kepadamu, dan tidak usah kauhiraukan orang-orang musyrik itu.”(Qur’an 15: 94)

Muhammad pun mengundang makan keluarga-keluarga itu ke rumahnya, dicobanya bicara dengan mereka dan mengajak mereka kepada Allah. Tetapi Abu Talib, pamannya, lalu menyetop pembicaraan itu. Ia mengajak orang-orang pergi meninggalkan tempat. Keesokan harinya sekali lagi Muhammad mengundang mereka. Selesai makan, katanya kepada mereka: “Saya tidak melihat ada seorang manusia di kalangan Arab ini dapat membawakan sesuatu ke tengah-tengah mereka lebih baik dari yang saya bawakan kepada kamu sekalian ini. Kubawakan kepada kamu dunia dan akhirat yang terbaik. Tuhan telah menyuruh aku mengajak kamu sekalian. Siapa di antara kamu ini yang mau mendukungku dalam hal ini?” Mereka semua menolak, dan sudah bersiap-siap akan meninggalkannya. Tetapi tiba-tiba Ali bangkit - ketika itu ia masih anak-anak, belum lagi balig. “Rasulullah, saya akan membantumu,” katanya. “Saya adalah lawan siapa saja yang kautentang.” Banu Hasyim tersenyum, dan ada pula yang tertawa terbahak-bahak. Kemudian mereka semua pergi meninggalkannya dengan ejekan.

Sesudah itu Muhammad kemudian mengalihkan seruannya dari keluarga-keluarganya yang dekat kepada seluruh penduduk Mekah. Suatu hari ia naik ke Shafa2 dengan berseru: “Hai masyarakat Quraisy.” Tetapi orang Quraisy itu lalu membalas: “Muhammad bicara dari atas Shafa.” Mereka lalu datang berduyun-duyun sambil bertanya-tanya, “Ada apa?” “Bagaimana pendapatmu sekalian kalau kuberitahukan kamu, bahwa pada permukaan bukit ini ada pasukan berkuda. Percayakah kamu?” “Ya,” jawab mereka. “Engkau tidak pernah disangsikan. Belum pernah kami melihat engkau berdusta.” “Aku mengingatkan kamu sekalian, sebelum menghadapi siksa yang sungguh berat,” katanya, “Banu Abd’l-Muttalib, Banu Abd Manaf, Banu Zuhra, Banu Taim, Banu Makhzum dan Banu Asad Allah memerintahkan aku memberi peringatan kepada keluarga-keluargaku terdekat. Baik untuk kehidupan dunia atau akhirat. Tak ada sesuatu bahagian atau keuntungan yang dapat kuberikan kepada kamu, selain kamu ucapkan: Tak ada tuhan selain Allah.” Tetapi kemudian Abu Lahab berdiri sambil meneriakkan: “Celaka kau hari ini. Untuk ini kau kumpulkan kami?” Muhammad tak dapat bicara. Dilihatnya pamannya itu. Tetapi kemudian sesudah itu datang wahyu membawa firman Tuhan: “

Celakalah kedua tangan Abu Lahab, dan celakalah ia. Tak ada gunanya kekayaan dan usahanya itu. Api yang menjilat-jilat akan menggulungnya” (Qur’an 102:1-8)

Kemarahan Abu Lahab dan sikap permusuhan kalangan Quraisy yang lain tidak dapat merintangi tersebarnya dakwah Islam di kalangan penduduk Mekah itu. Setiap hari niscaya akan ada saja orang yang Islam - menyerahkan diri kepada Allah. Lebih-lebih mereka yang tidak terpesona oleh pengaruh dunia perdagangan untuk sekedar melepaskan renungan akan apa yang telah diserukan kepada mereka. Akan tetapi bagi Abu Lahab, Abu Sufyan dan bangsawan-bangsawan Quraisy terkemuka lainnya, hartawan-hartawan yang gemar bersenang-senang, mulai merasakan, bahwa ajaran Muhammad itu merupakan bahaya besar bagi kedudukan mereka. Jadi yang mula-mula harus mereka lakukan ialah menyerangnya dengan cara mendiskreditkannya, dan mendustakan segala apa yang dinamakannya kenabian itu.

Langkah pertama yang mereka lakukan dalam hal ini ialah membujuk penyair-penyair mereka: Abu Sufyan bin’l-Harith, ‘Amr bin’l-’Ash dan Abdullah ibn’z-Ziba’ra, supaya mengejek dan menyerangnya. Dalam pada itu penyair-penyair Muslimin juga tampil membalas serangan mereka tanpa Muhammad sendiri yang harus melayani.

Sementara itu, selain penyair-penyair itu beberapa orang tampil pula meminta kepada Muhammad beberapa mujizat yang akan dapat membuktikan kerasulannya: mujizat-mujizat seperti pada Musa dan Isa. Kenapa bukit-bukit Shafa dan Marwa itu tidak disulapnya menjadi emas, dan kitab yang dibicarakannya itu dalam bentuk tertulis diturunkan dari langit? Dan kenapa Jibril yang banyak dibicarakan oleh Muhammad itu tidak muncul di hadapan mereka? Kenapa dia tidak menghidupkan orang-orang yang sudah mati, menghalau bukit-bukit yang selama ini membuat Mekah terkurung karenanya? Kenapa ia tidak memancarkan mata air yang lebih sedap dari air sumur Zamzam, padahal ia tahu betapa besar hajat penduduk negerinya itu akan air?

Tidak hanya sampai disitu saja kaum musyrikin itu mau mengejeknya dalam soal-soal mujizat, malahan ejekan mereka makin menjadi-jadi, dengan menanyakan: kenapa Tuhannya itu tidak memberikan wahyu tentang harga barang-barang dagangan supaya mereka dapat mengadakan spekulasi buat hari depan? Debat mereka itu berkepanjangan. Tetapi wahyu yang datang kepada Muhammad menjawab debat mereka

“Katakanlah: ‘Aku tak berkuasa membawa kebaikan atau menolak bahaya untuk diriku sendiri, kalau tidak dengan kehendak Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang gaib-gaib, niscaya kuperbanyak amal kebaikan itu dan bahayapun tidak menyentuhku. Tapi aku hanya memberi peringatan dan membawa berita gembira bagi mereka yang beriman.” (Qur’an 7: 188)

Perlindungan Abu Talib

Abu Talib pamannya belum lagi menganut Islam. Tetapi tetap ia sebagai pelindung dan penjaga kemenakannya itu. Ia sudah menyatakan kesediaannya akan membelanya. Atas dasar itu pemuka-pemuka bangsawan Quraisy - dengan diketahui oleh Abu Sufyan b. Harb - pergi menemui Abu Talib. “Abu Talib,” kata mereka, “kemenakanmu itu sudah memaki berhala-berhala kita, mencela agama kita, tidak menghargai harapan-harapan kita dan menganggap sesat nenek-moyang kita. Soalnya sekarang, harus kauhentikan dia; kalau tidak biarlah kami sendiri yang akan menghadapinya. Oleh karena engkau juga seperti kami tidak sejalan, maka cukuplah engkau dari pihak kami menghadapi dia.” Akan tetapi Abu Talib menjawab mereka dengan baik sekali.

Setelah Islam semakin kuat pengikutnya semakin banyak, Pada waktu berikutnya Abu Lahab, selalu membuat kegaduhan, yaitu menghasut orang Quresy supaya memusuhi Nabi Muhammad saw. Mereka mendatangi Abu Thalib, meminta agar melarang Nabi berda’wah. Permintaan itu dilaksanakan oleh Abu Thalib, lalu Nabi menjawab, ” ya pamanku, andaikata diletakkan matahari di tangan kananku dan rembulan ditangan kiriku, aku tidak akan berhenti berda’wah.” Mulai waktu itu, Abu Thalib tidak berani lagi melarang Nabi untuk berda’wah.

Setelah usaha mereka gagal, orang Quraisy membawa seorang pemuda tampan kepada Abu Thalib, yang bernama Ammarah bin Al Walid bin Mughirah, mereka seraya berkata, ” Wahai Abu Thalib, ambillah ia menjadi anak saudara dan serahkan kepada kami Muhammad untuk kami bunuh sebab ia telah menentang kami dan memecah belah persatuan kami,” Usul kaum Quraisy tersebut dijawab oleh Abu Thalib, ” Jahat benar pikiran kamu, demi Tuhan, sekali-kali tidak bisa.”

Akhirnya tokoh-tokoh Quraisy bermufakat untuk memilih seorang yang fasih dan lancar bicara untuk membujuk Rasulullah. Utbah bin Rabi’ah pembicara ulung menghadap Nabi dan mengatakan, ” Ya Muhammad apa sebenarnya maksudmu menyiarkan agama baru ini, jika engkau bermaksud mencari pengaruh, berhentilah, kami akan mengangkatmu menjadi raja, kami tidak akan memutuskan suatu perkara tanpa seizin engkau. Apabila engkau ingin kekayaan, kami kumpulkan harta kekakyaan untukmu. Apabila engkau ingin wanita cantik, kami akan carikan untukmu atau barangkali engkau sakit, biarlah kami yang mengobati dengan kami sendiri, asalkan engkau berhenti da’wah.” Setelah Utbah bin Rabi’ah selesai bicara lalu ia diam dan penuh harap supaya Nabi menerima tawaran itu. Setelah itu, Nabi membacakan beberapa ayat Al Qur’an. Hati dan jiwa Utbah spontan menjadi lemah karena ayat Al Qur’an yang gaya bahasanya sangat indah.Ia tidak berkata apa-apa, lalu pulang dengan perasaan hampa dan kecewa, pada saat lain Utbah datang lagi untuk membujuk Nabi agar mau bergantian dalam peribatan, sekali menyembah Allah, sekali menyembah berhala, maka turunlah surat Al Kafirun ayat 1-6 yang berbunyi:

Artinya:Katakanlah: Hai orang-orang kafir, Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah, Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah, Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah, Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku ( Al Kafirun : 1-6).

Mengapa Kaum Kafir Quraisy begitu menentang misi Nab Muhammad SAW?
a. Sebab Islam dinilai mereka berbahaya dapat merubah tatanan yang ada, bahkan tidak mustahil akan menghilangkan status sosial dan pengaruh orang-orang tertentu di tengah mayarakat.
b. Ajaran yang dibawa Nabi MUhammad SAW merupakan koreki total terhadap penyimpangan akidah, membawa persamaan hak dan martabat manusia, memberantas taklid, kepercayaan nenek moyang dan menghapuskan perbudakan.

Metode-metode Kaum Kafir untuk menghalangi perjuangan Rasul
a. Mengejek, menghina, merendahkan, mendustakan, menertawakan. Targetnya adalah membuat kaum muslimin putus asa dan melemahkan emangat juangnya. Mereka menuduh Nabi MUhammad SAW sebagai orang gila. (QS al Hijr 6), sebagai tukang sihir dan pendusta (QS haad 4)
b. Menghalangi agar orang-rang tidak mau mendengarkan al Qur'an dan mengimbangi dengan dongengan rang-orang jaman dulu dan menyibukkannya.
c.Pemboikotan dan Propaganda
uraisy lalu membuat rencana lagi mengatur langkah berikutnya. Mereka sepakat bahkan secara tertulis untuk memboikot total terhadap Banu Hasyim dan Banu Abd’l-Muttalib: untuk tidak saling kawin-mengawinkan, tidak saling berjual-beli apapun. Piagam persetujuan ini kemudian digantungkan di dalam Ka’bah sebagai suatu pengukuhan dan registrasi bagi Ka’bah. Akan tetapi ternyata Muhammad sendiri malah makin teguh berpegang pada tuntunan Allah, juga keluarganya, dan mereka yang sudah berimanpun makin gigih mempertahankannya. Menyebarkan seruan Islam sampai keluar perbatasan Mekah itu pun tak dapat pula dihalang-halangi. Maka tersiarlah dakwah itu ke tengah-tengah masyarakat Arab dan kabilah-kabilah, sehingga membuat agama yang baru ini, yang tadinya hanya terkurung ditengah-tengah lingkaran gunung-gunung Mekah, kini berkumandang gemanya ke seluruh jazirah.

Mereka, kaum Quraisy itu, juga menyusun suatu alat propaganda anti Muhammad. Lebih gigih lagi mereka memikirkan hal ini sesudah orang-orang yang berziarah itu diajak juga oleh Rasul Saw supaya beribadat hanya kepada Allah yang Esa. Beberapa orang dari kalangan Quraisy berunding dan mengadakan pertemuan di rumah Walid bin’l-Mughira. Walid mengusulkan supaya kepada peziarah-peziarah orang-orang Arab itu dikatakan bahwa dia (Muhammad) seorang juru penerang yang mempesonakan, apa yang dikatakannya merupakan pesona yang akan memecah-belah orang dengan orangtuanya, dengan saudaranya, dengan isteri dan keluarganya. Dan apa yang dituduhkan itu pada orang-orang Arab pendatang itu merupakan bukti, sebab penduduk Mekah sudah ditimpa perpecahan dan permusuhan.

Di samping propaganda itu Quraisy harus punya propaganda lain lagi. Untuk propaganda itu Quraisy akan mengandalkan pada Nadzr b. Harith. Orang ini pernah pergi ke Hira dan mempelajari cerita raja-raja Persia, peraturan-peraturan agamanya, ajaran-ajarannya tentang kebaikan dan kejahatan serta tentang asal-usul alam semesta. Setiap dalam suatu pertemuan Muhammad mengajak orang kepada Allah, ia lalu datang menggantikan tempat Muhammad dalam pertemuan itu. Maka berceritalah ia kepada Quraisy tentang sejarah dan agamanya, lalu katanya: Dengan cara apa Muhammad membawakan ceritanya lebih baik daripada aku? Bukankah Muhammad membacakan cerita-cerita orang dahulu seperti yang kubacakan juga? Orang-orang Quraisy menuduh, bahwa sebagian besar apa yang dibawa Muhammad berasal dari seorang budak Nasrani yang bernama Jabr. Untuk itulah datang Firman Tuhan:

“Kami sungguh mengetahui bahwa mereka berkata; yang mengajarkan itu adalah seorang manusia. Bahasa orang yang mereka tuduhkan itu bahasa asing, sedang ini adalah bahasa Arab yang jelas sekali.” (Qur’an: 16: 103)

SELAMA tiga tahun berturut-turut piagam yang dibuat pihak Quraisy untuk memboikot Muhammad dan mengepung Muslimin itu tetap berlaku. Dalam pada itu Muhammad dan keluarga serta sahabat-sahabatnya sudah mengungsi ke celah-celah gunung di luar kota Mekah, dengan mengalami pelbagai macam penderitaan, sehingga untuk mendapatkan bahan makanan sekadar menahan rasa laparpun tidak ada. Baik kepada Muhammad atau kaum Muslimin tidak diberikan kesempatan bergaul dan bercakap-cakap dengan orang, kecuali dalam bulan-bulan suci.

Pada bulan-bulan suci itu orang-orang Arab berdatangan ke Mekah berziarah, segala permusuhan dihentikan - tak ada pembunuhan, tak ada penganiayaan, tak ada permusuhan, tak ada balas dendam. Pada bulan-bulan itu Muhammad turun, mengajak orang-orang Arab itu kepada agama Allah, diberitahukannya kepada mereka arti pahala dan arti siksa. Segala penderitaan yang dialami Muhammad demi dakwah itu justru telah menjadi penolongnya dari kalangan orang banyak. Mereka yang telah mendengar tentang itu lebih bersimpati kepadanya, lebih suka mereka menerima ajakannya. Blokade yang dilakukan Quraisy kepadanya, kesabaran dan ketabahan hatinya memikul semua itu demi risalahnya, telah dapat memikat hati orang banyak.

Gagalnya Pemboikotan

Akan tetapi, penderitaan yang begitu lama, begitu banyak dialami kaum Muslimin karena kekerasan pihak Quraisy - padahal mereka masih sekeluarga: saudara, ipar. sepupu - banyak diantara mereka itu yang merasakan betapa beratnya kekerasan dan kekejaman yang mereka lakukan itu. Dan sekiranya tidak ada dari penduduk yang merasa simpati kepada kaum Muslimin, membawakan makanan ke celah-celah gunung1 tempat mereka mengungsi itu, niscaya mereka akan mati kelaparan. Hisyam ibn ‘Amr adalah salah orang yang termasuk paling simpati kepada Muslimin. Tengah malam ia datang membawa unta yang sudah dimuati makanan atau gandum. Bilamana ia sudah sampai di depan celah gunung itu, dilepaskannya tali untanya lalu dipacunya supaya terus masuk ke tempat mereka dalam celah itu.

Merasa kesal melihat Muhammad dan sahabat-sahabatnya dianiaya demikian rupa, ia mengajak beberapa orang untuk membatalkan piagam pemboikotan itu. Demikianlah piagam itu batal dengan sendirinya, walaupun beberapa tokoh Quraisy seperti Abu Jahl menentangnya. Beberapa penulis biografi dalam hal ini berpendapat, bahwa diantara mereka yang bertindak menghapuskan piagam itu terdapat orang-orang yang masih menyembah berhala. Sesudah piagam disobek, Muhammad dan pengikut-pengikutnyapun keluar dari lembah bukit-bukit itu. Seruannya dikumandangkan lagi kepada penduduk Mekah dan kepada kabilah-kabilah yang pada bulan-bulan suci itu datang berziarah ke Mekah. Meskipun ajakan Muhammad sudah tersiar kepada seluruh kabilah Arab di samping banyaknya mereka yang sudah menjadi pengikutnya, tapi sahabat-sahabat itu tidak selamat dari siksaan Quraisy, juga dia tidak dapat mencegahnya.

Perlindungan Banu Hasyim dan Banu Muttalib
Sementara itu Muhammad juga tetap gigih menjalankan tugas dakwahnya dan dakwa itupun mendapat pengikut bertambah banyak. Quraisy segera berkomplot menghadapi Muhammad itu. Sekali lagi mereka pergi menemui Abu Talib. Sekali ini disertai ‘Umara bin’l-Walid bin’l-Mughira, seorang pemuda yang montok dan rupawan, yang akan diberikan kepadanya sebagai anak angkat, dan sebagai gantinya supaya Muhammad diserahkan kepada mereka. Tetapi inipun ditolak. Muhammad terus juga berdakwah, dan Quraisypun terus juga berkomplot. Untuk ketiga kalinya mereka mendatangi lagi Abu Talib. “Abu Talib’” kata mereka, “Engkau sebagai orang yang terhormat, terpandang di kalangan kami. Kami telah minta supaya menghentikan kemenakanmu itu, tapi tidak juga kaulakukan. Kami tidak akan tinggal diam terhadap orang yang memaki nenek-moyang kita, tidak menghargai harapan-harapan kita dan mencela berhala-berhala kita - sebelum kausuruh dia diam atau sama-sama kita lawan dia hingga salah satu pihak nanti binasa.”

Berat sekali bagi Abu Talib akan berpisah atau bermusuhan dengan masyarakatnya. Juga tak sampai hati ia menyerahkan atau membuat kemenakannya itu kecewa. Dimintanya Muhammad datang dan diceritakannya maksud seruan Quraisy. Lalu katanya: “Jagalah aku, begitu juga dirimu. Jangan aku dibebani hal-hal yang tak dapat kupikul.” Pamannya ini seolah sudah tak berdaya lagi membela dan memeliharanya. Sedang kaum Muslimin masih lemah, mereka tak berdaya akan berperang, tidak dapat mereka melawan Quraisy yang punya kekuasaan, punya harta, punya persiapan dan jumlah rmanusia. Sebaliknya dia tidak punya apa-apa selain kebenaran. Tetapi jiwa Rasulullah Saw tetap teguh, ia berkata kepada pamannya: “Paman, demi Allah, kalaupun mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan meletakkan bulan di tangan kiriku, dengan maksud supaya aku meninggalkan tugas ini, sungguh tidak akan kutinggalkan, biar nanti Allah yang akan membuktikan kemenangan itu ditanganku, atau aku binasa karenanya.”

Gemetar orang tua ini mendengar jawaban Muhammad Saw. Seketika lamanya Abu Talib masih dalam keadaan terpesona. Kemudian dimintanya Muhammad datang lagi, yang lalu katanya: “Anakku, katakanlah sekehendakmu. Aku tidak akan menyerahkan engkau bagaimanapun juga!” Sikap dan kata-kata kemenakannya itu oleh Abu Talib disampaikan kepada Banu Hasyim dan Banu al-Muttalib. Pembicaranya tentang Muhammad itu terpengaruh oleh suasana yang dilihat dan dirasakannya ketika itu. Dimintanya supaya Muhammad dilindungi dari tindakan Quraisy. Mereka semua menerima usul ini, kecuali Abu Lahab.

Sikap permusuhan Quraisy terhadap kaum muslimin pun semakin menjadi-jadi. Setiap kabilah itu langsung menyerbu kaum Muslimin yang ada di kalangan mereka: disiksa dan dipaksa melepaskan agamanya. Dikisahkan seorang budak yang telah muslim, Bilal, disiksa ke atas pasir di bawah terik matahari yang membakar, dadanya ditindih dengan batu dan akan dibiarkan mati. Dalam kekerasan semacam itu Bilal hanya berkata: “Ahad, Ahad, Hanya Yang Tunggal!” Ia memikul semua siksaan itu demi agamanya. Hingga suatu hari Abu Bakr melihat Bilal mengalami siksaan begitu rupa, ia dibelinya lalu dibebaskan.

Tidak sedikit budak-budak yang mengalami kekerasan serupa itu oleh Abu Bakr dibeli - diantaranya budak perempuan Umar bin’l-Khattab, dibelinya dari Umar [sebelum masuk Islam]. Ada pula seorang wanita yang disiksa sampai mati karena ia tidak mau meninggalkan Islam kembali kepada kepercayaan leluhurnya. Kaum Muslimin di luar budak-budak itu, dipukuli dan dihina dengan berbagai cara. Muhammad juga tidak terkecuali mengalami gangguan-gangguan - meskipun sudah dilindungi oleh Banu Hasyim dan Banu al-Muttalib. Umm Jamil, isteri Abu Jahl, melemparkan najis ke depan rumahnya. Tetapi cukup Muhammad hanya membuangnya saja. Dan pada waktu sembayang, Abu Jahl melemparinya dengan isi perut kambing yang sudah disembelih untuk sesajen kepada berhala-berhala. Ditanggungnya gangguan demikian itu dan ia pergi kepada Fatimah, puterinya, supaya mencucikan dan membersihkannya kembali.

Di samping semua itu, kaum Muslimin harus menerima kata-kata biadab dan keji kemana saja mereka pergi. Cukup lama hal serupa itu berjalan. Penyair-penyair memakinya, orang-orang Quraisy berkomplot hendak membunuhnya di Ka’bah. Rumahnya dilempari batu, keluarga dan pengikut-pengikutnya diancam. Perioda yang telah dilalui dalam hidup Muhammad Saw ini adalah perioda yang paling dahsyat yang pernah dialami oleh sejarah umat manusia.

Islamnya Hamzah ra

Islamnya Hamzah ra terjadi kira-kira pada tahun ke enam kerasulan beliau. Pada suatu hari Abu Jahl bertemu dengan Muhammad, ia mengganggunya, memaki-makinya dan mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas dialamatkan kepada agama ini. Tetapi Muhammad tidak melayaninya. Hamzah, pamannya dan saudaranya sesusu, yang masih berpegang pada kepercayaan Quraisy, adalah seorang laki-laki yang kuat dan ditakuti. Ketika itu ia baru kembali dari berburu, dan terlebih dulu mengelilingi Ka’bah sebelum langsung pulang ke rumahnya.Ketika ia mengetahui bahwa kemenakannya itu mendapat gangguan Abu Jahl, ia meluap marah. Ia pergi ke Ka’bah, tidak lagi ia memberi salam kepada yang hadir di tempat itu seperti biasanya, melainkan terus masuk kedalam mesjid menemui Abu Jahl. Setelah dijumpainya, diangkatnya busurnya lalu dipukulkannya keras-keras di kepalanya. Beberapa orang dan Banu Makhzum mencoba mau membela Abu Jahl. Tapi tidak jadi. Kuatir mereka akan timbul bencana dan membahayakan sekali, dengan mengakui bahwa ia memang mencaci maki Muhammad dengan tidak semena-mena. Sesudah itulah kemudian Hamzah menyatakan masuk Islam. Ia berjanji kepada Muhammad akan membelanya dan akan berkurban di jalan Allah sampai akhir hayatnya.

Pihak Quraisy merasa sesak dada melihat Muhammad dan kawan-kawannya makin hari makin kuat. Terpikir oleh Quraisy akan membebaskan diri dari Muhammad, dengan cara seperti yang mereka bayangkan, memberikan segala keinginannya. Utba b. Rabi’a, seorang bangsawan Arab terkemuka, mencoba membujuk Quraisy ketika mereka dalam tempat pertemuan dengan mengatakan bahwa ia akan bicara dengan Muhammad dan akan menawarkan kepadanya hal-hal yang barangkali mau menerimanya. Mereka mau memberikan apa saja kehendaknya, asal ia dapat dibungkam.

Ketika itulah ‘Utba bicara dengan Muhammad. “Anakku,” katanya, “seperti kau ketahui, dari segi keturunan, engkau mempunyai tempat di kalangan kami. Engkau telah membawa soal besar ketengah-tengah masyarakatmu, sehingga mereka cerai-berai karenanya. Sekarang, dengarkanlah, kami akan menawarkan beberapa masalah, kalau-kalau sebagian dapat kauterima Kalau dalam hal ini yang kauinginkan adalah harta, kamipun siap mengumpulkan harta kami, sehingga hartamu akan menjadi yang terbanyak di antara kami. Kalau kau menghendaki pangkat, kami angkat engkau diatas kami semua; kami takkan memutuskan suatu perkara tanpa ada persetujuanmu. Kalau kedudukan raja yang kauinginkan, kami nobatkan kau sebagai raja kami. Jika engkau dihinggapi penyakit saraf yang tak dapat kautolak sendiri, akan kami usahakan pengobatannya dengan harta-benda kami sampai kau sembuh.”

Selesai ia bicara, Muhammad membacakan Surah as-Sajda (41 = Ha Mim). ‘Utba diam mendengarkan kata-kata yang begitu indah itu. Dilihatnya sekarang yang berdiri di hadapannya itu bukanlah seorang laki-laki yang didorong oleh ambisi harta, ingin kedudukan atau kerajaan, juga bukan orang yang sakit, melainkan orang yang mau menunjukkan kebenaran, mengajak orang kepada kebaikan. Ia mempertahankan sesuatu dengan cara yang baik, dengan kata-kata penuh mujizat.

Selesai Muhammad membacakan itu ‘Utba pergi kembali kepada Quraisy. Apa yang dilihat dan didengarnya itu sangat mempesonakan dirinya. Ia terpesona karena kebesaran orang itu. Penjelasannya sangat menarik sekali. Persoalannya ‘Utba ini tidak menyenangkan pihak Quraisy, juga pendapatnya supaya Muhammad dibiarkan saja, tidak menggembirakan mereka, sebaliknya kalau mengikutinya, maka kebanggaannya buat mereka. Maka kembali lagilah mereka memusuhi Muhammad dan sahabat-sahabatnya dengan menimpakan bermacam-macam bencana, yang selama ini dalam kedudukannya itu ia berada dalam perlindungan golongannya dan dalam penjagaan Abu Talib, Banu Hasyim dan Banu al-Muttalib.

Hijrahnya Muslimin ke Abisinia

Gangguan terhadap kaum Muslimin makin menjadi-jadi, sampai-sampai ada yang dibunuh, disiksa dan semacamnya. Waktu itu Muhammad menyarankan supaya mereka terpencar-pencar. Rasulullah Saw menyarankan supaya mereka pergi ke Abisinia (Ethiopia) yang rakyatnya menganut agama Kristen. “Tempat itu diperintah seorang raja dan tak ada orang yang dianiaya disitu. Itu bumi jujur; sampai nanti Allah membukakan jalan buat kita semua.” Sebagian kaum Muslimin ketika itu lalu berangkat ke Abisinia guna menghindari fitnah dan tetap berlindung kepada Tuhan dengan mempertahankan agama.

Kaum Quraisy tahu akan hal ini, kemudian mengutus dua orang menemui Najasyi. Mereka membawa hadiah-hadiah berharga guna meyakinkan raja supaya dapat mengembalikan kaum Muslimin itu ke tanah air mereka. Kedua orang utusan itu ialah ‘Amr bin’l-’Ash dan Abdullah bin Abi Rabi’a. Sebenarnya kedua utusan itu telah mengadakan persetujuan dengan pembesar-pembesar istana kerajaan, setelah mereka menerima hadiah-hadiah dari penduduk Mekah, bahwa mereka akan membantu usaha mengembalikan kaum Muslimin itu kepada pihak Quraisy. Pembicaraan mereka ini tidak sampai diketahui raja. Tetapi baginda menolak sebelum mendengar sendiri keterangan dari pihak Muslimin. Lalu dimintanya mereka itu datang menghadap “Agama apa ini yang sampai membuat tuan-tuan meninggalkan masyarakat tuan-tuan sendiri, tetapi tidak juga tuan-tuan menganut agamaku, atau agama lain?” tanya Najasyi setelah mereka datang.

Yang diajak bicara ketika itu ialah Ja’far b. Abi b. Talib. Ia menjelaskan kepada Raja mengenai prinsip-prinsip islam. Ketika diminta untuk membacakan ajaran islam, Ja’far membacakan Surah Mariam sampai ayat 29-33. Setelah mendengar bahwa keterangan itu membenarkan apa yang tersebut dalam Injil, pemuka-pemuka istana itu terkejut. Kemudian mereka menolak untuk menyerahkan kaum muslimin.

Tetapi ‘Amr bin’l-’Ash tidak berputus asa. ‘Amr bin’l-’Ash kembali menghadap Raja dengan mengatakan, bahwa kaum Muslimin mengeluarkan tuduhan yang luarbiasa terhadap Isa anak Mariam. Maka dipanggillah mereka dan ditanyakan apa yang mereka katakan itu. Ja’far menerangkan bahwa : ‘Dia adalah hamba Allah dan UtusanNya, RuhNya dan FirmanNya yang disampaikan kepada Perawan Mariam.Setelah dari kedua belah pihak itu didengarnya, ternyatalah oleh Najasyi, bahwa kaum Muslimin itu mengakui Isa, mengenal adanya Kristen dan menyembah Allah. Selama di Abisinia itu kaum Muslimin merasa aman dan tenteram.

Mereka berangkat dengan melakukan dua kali hijrah. Yang pertama terdiri dari sebelas orang pria dan empat wanita. Dengan sembunyi-sembunyi mereka keluar dari Mekah mencari perlindungan. Kemudian mereka mendapat tempat yang baik di bawah Najasyi. Bilamana kemudian tersiar berita bahwa kaum Muslimin di Mekah sudah selamat dari gangguan Quraisy, merekapun lalu kembali pulang.

Tetapi setelah ternyata kemudian mereka mengalami kekerasan lagi dari Quraisy melebihi yang sudah-sudah, kembali lagi mereka ke Abisinia. Sekali ini terdiri dari delapanpuluh orang pria tanpa kaum isteri dan anak-anak. Mereka tinggal di Abisinia sampai sesudah hijrah Nabi ke Yathrib.

Islamnya ‘Umar ibn’l-Khattab ra

Hal ini terjadi masih di tahun yang sama, tahun ke enam. ‘Umar ibn’l-Khattab adalah pemuda yang gagah perkasa, berusia antara tigapuluh dan tigapuluh lima tahun. Dari kalangan Quraisy dialah yang paling keras memusuhi kaum Muslimin. Tatkala itu Muhammad sedang berkumpul dengan sahabat-sahabatnya yang tidak ikut hijrah, dalam sebuah rumah di Shafa. Di antara mereka ada Hamzah pamannya, Ali bin Abi Talib sepupunya, Abu Bakr b. Abi Quhafa dan Muslimin yang lain. Pertemuan mereka ini diketahui ‘Umar. Iapun pergi ketempat mereka, ia mau membunuh Muhammad.

Di tengah jalan ia bertemu dengan Nu’aim b. Abdullah. Setelah mengetahui maksudnya, Nuiaim berkata: “Umar, engkau menipu diri sendiri. Kaukira keluarga ‘Abd Manaf. akan membiarkan kau merajalela begini sesudah engkau membunuh Muhammad? Tidak lebih baik kau pulang saja ke rumah dan perbaiki keluargamu sendiri?!” Pada waktu itu Fatimah, saudaranya, beserta Sa’id b. Zaid suami Fatimah sudah masuk Islam. Tetapi setelah mengetahui hal ini dari Nu’aim, Umar cepat-cepat pulang dan langsung menemui mereka.

Di tempat itu ia mendengar ada orang membaca Qur’an. Setelah mereka merasa ada orang yang sedang mendekati, orang yang membaca itu sembunyi dan Fatimah menyembunyikan kitabnya. “Aku mendengar suara bisik-bisik apa itu?!” tanya Umar. Karena mereka tidak mengakui, Umar membentak lagi dengan suara lantang: “Aku sudah mengetahui, kamu menjadi pengikut Muhammad dan menganut agamanya!” katanya sambil menghantam Sa’id keras-keras. Fatimah, yang berusaha hendak melindungi suaminya, juga mendapat pukulan keras. Kedua suami isteri itu jadi panas hati. “Ya, kami sudah Islam! Sekarang lakukan apa saja,” kata meteka.

Tetapi Umar jadi gelisah sendiri setelah melihat darah di muka saudaranya itu. Ketika itu juga lalu timbul rasa iba dalam hatinya. Dimintanya kepada saudaranya supaya kitab yang mereka baca itu diberikan kepadanya. Setelah dibacanya, wajahnya tiba-tiba berubah. Menggetar rasanya ia setelah membaca isi kitab itu. Ia langsung menuju ke tempat Muhammad dan sahabat-sahabatnya itu sedang berkumpul di Shafa. Ia minta ijin akan masuk, lalu menyatakan dirinya masuk Islam. Dengan adanya Umar dan Hamzah dalam Islam, maka kaum Muslimin telah mendapat benteng dan perisai yang lebih kuat. Ia masuk Islam tidak sembunyi-sembunyi, malah terang-terangan diumumkan di depan orang banyak dan untuk itu ia bersedia melawan mereka. Islamnya Umar ra ini telah memperkuat kedudukan kaum Muslimin.

B. Nabi Muhammad saw sebagai Uswatun Hasanah
Uswatun Hasanah berarti teladan yang baik. Siapakah yang akan kita contoh dalam hidup ini? Sepatutnya, yang wajib kita contoh adalah tingkah laku Rasulullah sebab ucapan dan segala perbuatan Rasulullah dijamin benar dan baik sebagaimana firman Allah swt berikut ini:

Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”( Al Ahzab : 21 )

Barang siapa yang menginginkan hidup bahagia di dunia dan akhirat, seharusnya ia mengikuti jejak serta mencontoh perbuatan Nabi. Berikut ini adalah beberapa sifat terpuji Rasulullah saw.:

1. Ketabahan dan keteguhan pendirian Nabi Muhammad saw.
Sejak lahir hidup Nabi Muhammad saw penuh dengan rantai kesedian. Namun beliau tidak pernah mengeluh, mengadu dan putus asa. Dengan langkah yang tegap dan penuh perhitungan beliau tidak pernah mundur menghadapi cobaan hidup.
Dalam menyampaikan risalah, beliau selalu mendapat penghinaan, siksaan dan ancanana. Setiap peperangan melawan orang musyrik, bala tentara Islam jumlahnya jauh lebih sedikit, sedangkan peralatan perangnya lebih sederhana. Namun Rasulullah tidak pernah turun semangatnya, walaupun cobaan-cobaan berat dalam mengemban tugas menyampaikan risalah terus berdatangan.

2. Pemaafnya Nabi Muhammad saw.
Pada tahun 621 M, Nabi Muhammad saw, berda’wah ke Thaif. Akan tetapi beliau disambut dengan siksaan dan lemparan batu. Lalu Malaekat Jibril datang menawarkan jasa untuk membalaskan tingkah laku orang Thaif. Nabi menolak sambil berdo’a : ” Berikanlah petunjuk-mu pada kaumku, ampunilah mereka karena mereka belum tahu.”
Pada tahun 622 M, Orang-orang musyrik mengumumkan akan memberi hadiah bagi siapa saja yang dapat menangkap Muhammad saw dalam perjalanan hijrah ke Madinah. Lalu ada orang yang sanggup untuk membunuh Nabi, yaitu Suraqah, tetapi kuda yang ditungggangi jatuh waktu mau menangkap Nabi. Niat untuk membunuh Nabi batal dan ia meminta maaf, Nabi pun memberi maaf.

3. Beliau adalah pemimpin yang memikirkan umatnya.
Ia perintahkan umatnya hijrah supaya tidak dianiaya orang kafir Mekkah, sementara beliau tetap berada di Mekkah.

4. Beliau adalah orang yang terkenal kejujurannya sehingga diberi gelar Al Amin.
Nabi Muhammad SAW Membangun Masyarakat Melalui Kegiatan Ekonomi dan Perdagangan
Nabi Muhammad SAW adalah manusia pilihan Allah SWT. Sejak lahir telah tampak pada diri beliau keistimewaan dan keajaiban, diantaranya adalah beliau lahir dalam kondisi telah berkhitan dan tali pusarnya telah diputus, sehingga kelahiran Nabi Muhammad SAW sangat menggemparkan dunia.

Di balik keajaiabn itu terdapat banyak ujian dan cobaan yang harus beliau jalani, diantaranya beliau lahir sudah dalam kondisi yatim, dan usia 6 tahun beliau telah menjadi yatim piatu, sehingga beliau benar – benar dalam kondisi yang sangat memprihatinkan. Kemudian beliau diasuh oleh kakeknya, Abdul Muthalib. Setelah kake beliau meninggal dunia, beliau tinggal dengan paman beliau, Abu Thalib yang miskin. Dalam usia yang masih tergolong anak – anak, beliau harus sudah bekerja keras untuk bertahan hidup, beliau mengembala kambing milik penduduk mekah.

Di balik pengembalaannya, Allah SWT benar – benar ingin menguji seseorang yang kelak akan diangkat menjadi Nabi dan Rasul. Saat mengembala, beliau merenung dan berfikir, yang menyebabkab beliau jauh dari pemikiran duniawi dan terhindar dari noda yang merusak namanya. Sejak muda, beliau sudah terkenal sebagai orang yang terpercaya. Ketika Nabi Muhammad SAW berusia 12 tahun, Abu Thalib mengajak beliau untuk berdagang ke Negeri Syam (Syiria). Sekalipun hanya ikut membantu pamannya, Nabi Muhammad SAW sangat bersemangat dan tekun. Ia belajar bagaimana cara berdagang dan melayani para pembeli dengan baik. Sikapnya yang sangat sopan dan ramah membuat masyarakat di sekitar negeri Syam tertarik.

Ketika Nabi Muhammad SAW menginjak dewasa, yaitu 25 tahun, beliau kembali berdagang ke Negeri Syam. Namun dalam perjalanan kali ini, beliau tidak lagi ditemani oleh pamannya. Kali ini, beliau dipercaya untuk menjual barang dagangan milik Khadijah, seorang janda kaya raya yang amat disegani oleh masyarakat Arab ketika itu. Alasan Khadijah menyerahkan barang dagangan kepada beliau yaitu karena Khadijah telah mendengar kebaikan, kejujuran, dan keuletan Nabi dalam berdagang.

Dalam perjalanan ke negeri Syam, Nabi Muhammad SAW ditemani oleh seorang pembantu yang bernama Maisyaroh. Maisyaroh adalah seorang kepercayaan Khadijah yang sangat berpengalaman dalam berdagang. Atas bantuan Maisyroh, Nabi Muhammad SAW tidak mengalami kesusahan untuk berdagang di Negeri Syam.
Dalam perdagangan bersama maisyaroh, Nabi Muhammad SAW mendapatkan keuntungan yang besar. Hal ini ia dapatkan karena selama berdagang ia sangat tekun, jujur, ramah, dan murah senyum kepada para pembeli yang dating.

Nabi Muhammad SAW tidak pernah membohongi pembeli. Jika ada barang yang cacat, maka beliau menunjukkan kecacatannya. Jika barang tersebut berharga murah, maka beliau tidak akan menjual dengan harga yang mahal. Jika barang itu banyak, maka beliau tidak pernah menimbun barang tersebut agar mendapat keuntungan yang lebih besar. Beliau memberitahukan harga jual yang telah ditentukan oleh majikannya. Beliau akan mengatakannya dengan jujur, sehingga pembeli tertarik untuk membeli barang dagangannya.

Karena kejujuran dan kepandaian beliau dalam berbisnis, beliau mendapatkan laba yang sangat besar dan Khadijah tertarik untuk melamarnya. Kemudian Nabi Muhammad SAW yang berusia 25 tahun menikah dengan Khadijah yang berusia 40 tahun. Dari pernikahan ini beliau dianugerahi 6 orang anak.

Demikian kisah Nabi Muhammad SAW dalam membangun masyarakat melalui kegiatan ekonomi dan perdagangan. Sebagai umatnya, kita harus meneladani beliau. Dikala muda, beliau sudah mencari nafkah untuk hidupnya sendiri, beliau mengembala kambing dan berdagang untuk memenuhi kebutuhannya. Keuletan, kejujuran, dan keramah – tamahan beliau sudah seharusnya kita teladani dalam kehidupan sehari – hari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar